Oleh : Amin Purwanto, S. Pd
Ketika istirahat jeda mengajar,
seringkali saya mendengar berbagai keluhan (curahan hati) teman-teman guru.
“Itu lho si Doni, kalau saya sedang mengajar dia tidak pernak
fokus….ngelihatin ke luar jendela terus. Saya juga heran, kenapa ya si Bagas
nggak pernak mau duduk diam…ada saja yang dia lakukan. Kalau Diana lain lagi
lho jeng…pas saya ngajar dia cuek banget…nggak merhatiin gitu.”
Obrolan di atas betapa tercermin
berbagai kondisi anak pada saat seorang guru sedang melaksanakan Kegiatan
Belajar Mengajar. Peserta didik matanya jelalatan salah, diam cuek salah, gerak
ke sana kemari salah. Kemudian yang kita inginkan seperti apa? Peserta didik
yang harus memahami guru atau guru yang harus menyelami karakteristik peserta
didik.
Empat tahun yang silam penulis
memperoleh pemahaman yang luar biasa dari sebuah lembaga pendidikan (Quantum
Study) yang menangani masalah gaya
belajar anak. Penting bagi seorang guru untuk memahami gaya belajar peserta
didik supaya berbagai kejadian seperti cerita di atas bukan lagi sebuah momok
bagi guru, akan tetapi bagai mana seorang guru melihat hal tersebut sebagai
sebuah nuansa keniscayaan yang harus ada dalam proses belajar.
Pemahaman tentang Belajar
Sebelum lebih jauh menelaah
tentang gaya belajar anak (peserta didik), mari kita mulai dari pemahaman
tentang belajar. Menurut Quantum Learning, belajar adalah sebuah proses, yang
terdiri dari proses menerima informasi, proses memahami informasi dan proses
mengingat informasi. Ketiga proses tersebut saling terkait atau salaing
berhbungan erat satu dengan yang lainnya. Simpelnya, informasi masuk ke otak
kita, lalu diolah dan dipahami, setelah itu disimpan di otak untuk selanjutnya
akan dikeluarkan sebagai sebuah memori yang diingat. Ada salah satu proses yang
hilang maka belum bisa dikatakan belajar.
Mari kita jawab dan renungkan
secara bersama-sama pertanyaan-pertanyaan berikut ini, kapan (usia berapa) kita
bisa mengendarai sepeda, siapa yang mangajarinya, di mana mengajarinya, apa dan
bagai mana acara dia mengajari kita naik sepeda sampai kita benar-benar dapat
mengendarai sepeda. Mengendarai sepeda menurut penulis merupakan salah satu
contoh proses belajar yang benar. Bagaimana otak manusia akan menerima
informasi, lalu memahami dan mengingatnya. Coba perhatikan, jika kita sudah
bisa mengendarai sepeda lalu tidak melakukannya selama satu atau dua bulan
kemudian bulan ketiga kita disuruh mengendarai sepaeda. Bisakah kita
melakukannya?
Saya membayangkan, betapa
indahnya jika para peserta didik saya di sekolah sangat enjoy mempelajari semua
mapel yang mereka dapat seperti halnya mereka belajar mengendarai sepeda.
Ya….belajar yang menyenangkan, belajar yang akan jadi memori indah bagi siapapun.
Berikut tiga proses belajar yang wajib diketahui oleh guru Indonesia sehingga
dapat memahami gaya belajar masing-masing peserta didiknya.
1. Proses Menerima Informasi
Proses belajar yang pertama adalah masuknya informasi
ke otak manusia. Masuknya informasi ke otak kita melalui berbagai cara yakni
visual, auditorial, kinestetik, olfactory dan gustatory dan biasa disebut
VAKOG. Kondisi inilah yang menyebabkan cara menerima informasi setiap peserta
didik berbeda-beda, melalui pengelihatankah, pendengarankah, pergerakan
rasakah, penciumankah atau pengecapkah.
- Peserta Didik Type Visual
Menerima informasi melalui indra pengelihatan.
Ciri-ciri peserta didik dengan tipe ini antara lain : menyukai warna-warna yang beragam
dan mencolok, sorot mata selalu mengikuti pergerakan guru di depan kelas,
sering menengok ke luar jendela apalagi ada orang yang lewat (kurang fokus),
suka lihat gambar/film.
Cara menghadapi peserta didik tipe ini : jadilah
guru yang berpenampilan menarik karena akan sedap di pandang mata, berilah
aksen yang menarik di kelas dengan warna-warna yang mencolok sehingga peserta
didik betah belajar, beri kebebasan untuk mencorat coret buku diktat/catatan
dengan gambar-gambar atau membuat garis dengan stabile warna warni pada
materi/poin-poin penting, usahakan guru pada saat mengajar membuat
coretan/gambar/tulisan di papan tulis, ajak anak melihat fenomena/kejadian yang
terkait dengan materi. Jangan lupa hiburan anak tipe ini biasanya
refreshing/jalan-jalan, baca komik dan nonton film. Upayakan pembelajaran tidak
monoton di dalam kelas, tetapi sekali-kali boleh di luar kelas.
- Peserta Didik Type Auditorial
Peserta didik tipe ini mengandalkan kesuksesan
belajarnya melalui indera pendengaran. Ciri-ciri peserta didik yang auditorial
adalah sebagai berikut : mudah tergamggu oleh keributan, apabila dia
membaca biasanya diucapkan, memiliki kepandaian intonasi dalam membaca, lebih
suka dibacakan/mendengar apa yang dibaca, menyukai pelajaran eksak/ilmu pasti,
suka mendengar music.
Strategi yang digunakan jika menghadapi peserta didik
tipe ini adalah sebagai berikut : biarkan peserta didik membaca dengan
bersuara, berbicaralah dengan intonasi suara yang bagus sehingga peserta didik
nyaman, jangan sampai membentak, belajarlah sambal mendengarkan music, biarkan
anak merekam dengan kaset apa yang dia pelajari.
- Peserta Didik Type Kinestetik
Mereka belajar dengan cara bergerak, menyentuh, dan bekerja.
Berikut ini ciri-ciri peserta didik tipe kinestetik :
-
Tidak terganggu dengan situasi yang rebut
-
Menyukai pelajaran praktikum
-
Menghafal mapel dengan berjalan atau
bergerak-gerak
-
Ada saja yang dia gerakan
-
Susah mengingat georafi suatu tempat
-
Kurang/susah fokus
-
Ada kesan suka mengganggu pekerjaan
teman/usil
-
Tidak betah duduk berlama-lama
Srategi yang
paling tepat untuk mengatasi anak tipe ini adalah jangan paksakan anak untuk
belajar/duduk terlalu lama, refresh dengan game/permainan, ajak peserta didik
mengeksplorasi lingkungannya yang terkait dengan pembelajaran (melalui
bersepeda, camping dan jalan-jalan), berikan sentuhan pada tubuhnya jika kita
mau berkomunikasi dengan mereka, perbanyak porsi praktikum dari pada teori.
2.
Proses
Memahami Informasi
Pada proses ini, ada dua hal besar yang harus dipahami
oleh guru yakni tentang spectrum dan gaya terima seorang
peserta didik. Spektrum ini lebih terkait dengan masalah cara pandang (persepsi) yang
dimiliki seorang siswa dalam menerima informasi. Peserta didik menerima
informasi bisa secara konkrit dan bisa pula secara abtrak. Proses menerima
informasi secara konkrit berarti informasi diterima apa adanya. Sedangkan
proses menerima informasi secara abstrak berarti informasi yang diterima itu
ada apanya.
Contoh :
pada saat guru mengucap kalimat informasi “Pak Andi kepalanya botak”, lalu guru
bertanya, mengapa pak Andi botak? siswa yang konkrit dia akan menjawab apa
adanya yakni bahwa pak Andi botak karena dia tidak punya rambut. Sedangkan
peserta didik yang abstrak mereka akan menjawab pak Andi botak karena salah
shampoo, pak Andi seorang professor, pak Andi orang yang jenius, pak Andi sudah
tua dan lain-lain. Tips : berikan
pemahaman yang jelas kepada peserta didik jawaban yang anda inginkan sebelum
menyampaikan pertanyaan dalam proses belajar di kelas.
Sekarang kita bahas tentang gaya terima. Gaya terima peserta didik meliputi gaya
terima global dan gaya terima analitik. Ciri yang kentara dari siswa tipe global
yakni ; melihat/memandang sesuatu secara umum atau garis besarnya saja dan
biasanya orang tipe ini pada saat membaca berita biasanya hanya dibaca tulisan
yang besar/judulnya saja (dianggap sudah mewakili isi informasi).
Adapun ciri
peserta didik yang analitik biasanya mempunyai ciri : melihat/memandang
informasi secara menyeluruh, detail, rinci, runtut satu persatu.
Contoh :
seseorang yang global melihat sepeda motor, biasanya hanya sebatas kendaraan
roda dua dengan merek tertentu. Sebaliknya seseorang yang analitik dia akan
mengamati secara detai bahwa itu adalah sepeda motor, merek apa, warna apa,
tipe matik apa manual, remnya cakram, sudah injeksi dll.
Tips : Guru
pada saat membuat soal/pertanyaan, yang diinginkan jawaban yang garis besar
saja atau menginginkan jawaban analisis yang detail. Sampaikanlah…..
3.
Proses
Mengingat Informasi
Proses terakhir adalah bagaimana seorang peserta didik
mengingat apa yang telah dia pelajari. Ini tentu terkait dengan
strategi/cara/metode seperti apa yang pas/klop untuk diterapkan dalam proses
belajar anak.
Ada tiga metode yang lazim digunaka, yaitu : speed reading, memorize, dan mind mapping.
Ketiga metode/cara belajar ini Insya Allah akan penulis bahas pada
postingan artikel yang akan dating. Mudah-mudahan bisa bermanfaat untuk semua
pihak (guru, sekolah, orang tua dan peserta didik). Secara khusus tulisan ini
saya dedikasikan untuk mentor-mentor saya, yang terhormat Bapak Jerry Suhadi,
Ahmad Agus Farhan, Serliana Sembiring, dan Mabak Harum Tien. Salam sukses……..
mas amin mendaftar saja di kementrian pendidikan nasional jadi metode mas amin bisa disistemkan dalam peraturan pemerintah khususnya di pendidikan nasional Indonesia
BalasHapusini metode sebenarnya banyak diterapkan mas...cuma ada kecenderungan hanya di sekolah-sekolah yang satu kelasnya berisi 20 siswa, sebab gaya belajar sulit diterapkan di kelas dengan jumlah siswa diatas 25 siswa
HapusMenurut sy, guru yang harus menyelami karakteristik peserta didik, sy lebih setuju hal itu Pak. Kebetulan kemarin sy baca buku Sekolahnya Manusia, di buku itu diceritakan ttg pembelajaran MI (Multiple Inteligence), guru lebih dituntut kreatif untuk mengetahui karakteristik siswa, spt yang sdh dituliskan Pak Amin.,'tipe visual' dan beberapa tipe lainnya., tapi memang kalau sy sndiri masih susah menerapkan dalam kelas. Butuh kesadaran dan kemauan yang lebih ketika kita ingin menerapkan di sekolah. Tentunya atas dukungan semua pihak.
BalasHapusmemang sebaiknya guru memahami berbagai karakteristik siswa. tidak hanya mengeluh. ilmu psikologi juga sebaiknya dipelajari. guru tidak hanya mengajar tetapi perlu terus belajar :)
BalasHapus